BPS: Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Barat Menurun, Namun Kesenjangan Ekonomi Meningkat

Bandung – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat mengungkapkan bahwa jumlah penduduk miskin di Jawa Barat per September 2024 mengalami penurunan dibandingkan dengan Maret 2024. Namun, meskipun jumlah penduduk miskin berkurang, kesenjangan ekonomi di wilayah tersebut justru mengalami peningkatan.
Penurunan Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Barat
Menurut data terbaru dari BPS Jawa Barat, jumlah penduduk miskin pada September 2024 tercatat sebanyak 3,67 juta orang atau sekitar 7,08 persen dari total penduduk. Angka ini mengalami penurunan sebesar 0,38 persen poin dibandingkan dengan periode Maret 2024, yang mencatatkan 3,85 juta orang miskin.
Kepala BPS Jawa Barat, Darwis Sitorus, menjelaskan bahwa penurunan angka kemiskinan ini dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro yang cukup positif. Selain itu, inflasi yang terkendali dan pertumbuhan ekonomi yang mencatatkan angka 2,59 persen pada triwulan III 2024 dibandingkan dengan triwulan I 2024 juga berkontribusi pada pengurangan jumlah penduduk miskin.
“Penurunan angka kemiskinan ini tidak hanya dipengaruhi oleh ekonomi yang membaik, tetapi juga karena adanya program bantuan yang diberikan pemerintah untuk membantu masyarakat,” ujar Darwis Sitorus dalam rilis resmi BPS di Kantor BPS Jawa Barat, Rabu (15/01/2025).
Kesenjangan Ekonomi di Jawa Barat Meningkat
Meskipun jumlah penduduk miskin menurun, Gini Ratio atau rasio ketimpangan pengeluaran penduduk menunjukkan angka yang lebih tinggi. Gini Ratio meningkat menjadi 0,428 pada September 2024, dibandingkan dengan 0,421 pada Maret 2024. Angka ini mengindikasikan adanya ketimpangan ekonomi yang semakin melebar di Jawa Barat.
Secara rinci, Gini Ratio untuk wilayah perkotaan tercatat sebesar 0,439, lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perdesaan yang sebesar 0,327. Hal ini menandakan bahwa ketimpangan pengeluaran lebih besar di kota-kota dibandingkan di daerah pedesaan.
Penyebab Peningkatan Kesenjangan Ekonomi
Darwis Sitorus menyatakan bahwa peningkatan ketimpangan ini disebabkan oleh lonjakan pengeluaran dari kelompok masyarakat yang berada di 20 persen golongan pengeluaran teratas. Kelompok ini mengalami peningkatan pengeluaran yang signifikan, yang mempengaruhi total pengeluaran masyarakat secara keseluruhan.
Selain itu, kelompok masyarakat dengan pengeluaran 40 persen terbawah mengalami penurunan dalam pengeluarannya. Penurunan pengeluaran kelompok ini turut berkontribusi pada peningkatan kesenjangan ekonomi.
“Peningkatan pengeluaran yang sedikit saja dari kelompok 20 persen atas akan sangat berpengaruh besar karena jumlah pengeluaran mereka mendominasi total pengeluaran masyarakat. Sementara penurunan pada kelompok 40 persen terbawah berpengaruh, namun tidak sebesar dampak dari kenaikan pengeluaran kelompok atas,” jelas Darwis.
Kesimpulan dan Implikasi
Meskipun ada penurunan jumlah penduduk miskin di Jawa Barat, peningkatan ketimpangan ekonomi menunjukkan adanya kesenjangan yang semakin lebar di antara kelompok masyarakat berdasarkan pengeluaran. Hal ini menuntut perhatian lebih dari pemerintah untuk terus meningkatkan program bantuan yang dapat mengurangi kesenjangan ini, serta memastikan pemerataan ekonomi di semua lapisan masyarakat.